Sebagai pelatih juga harus mengenal
masalah Gaya Melatih. Ada 3 gaya melatih yaitu gaya komando (command style),
gaya terserah ( submissive style), dan gaya kooperatif ( cooperative style ).
Tetapi banyak pelatih yang memiliki kecendrungan untuk mengarah kepada salah
satu dari ketiga gaya melatih tersebut.
1. Bagaimana Gaya Komando ( Command
style)
Disini komunikasi antara pelatih dan
atlet hanya satu arah. Gaya memerintah dimana pelatih sendiri yang membuat
keputusan. Peran atlet hanya merespon perintah-perintah pelatih. Asumsi dibalik
peran ini adalah karena pelatih lebih tahu dan lebih berpengalaman sehingga
peran pelatih adalah memerintah apa yang harus dilakukan atlet. Pemain disini
berperan sebagai pendengar dan pengingat dan penurut.
Peran pelatih disini tidak banyak
membuat keputusan atau sedikit mungkin. Mulai dari cara memberikan pola dan
instruksi pelatih sangat sedikit, pengarahan sangat minim untuk beraktivitas
dan membatasi permasalahan hanya bilamana benar-benar dibutuhkan. Ini bisa
disebabkan pelatih dengan gaya ini kemungkinan kurang memiliki kemampuan untuk
memberikan instruksi atau penjelasan dan pengarahan. Bisa juga karena malas untuk
memenuhi tantangan dari tanggung jawabnya sebagai pelatih atau sangat tidak
mengerti arti dari pelatih. Pelatih dengan gaya ini tidak lain hanya sekedar
pengasuh dan biasanya bukan pengasuh yang baik.
3. Bagaimana dengan Gaya
Kooperatip
Pelatih dengan gaya ini memberikan
kesempatan kepada atlet untuk memberikan keputusan bersama. Komunikasi disini
terjadi dua arah. Walaupun mengetahui tanggung jawabnya untuk memberikan
pengarahan dan memimpin untuk mencapai tujuannya, pelatih dengan gaya ini
mengerti bahwa atlet tidak akan menjadi dewasa yang bertanggung jawab tanpa
belajar membuat keputusan.
Gaya mana yang paling baik ?
Nah tinggal pilih, gaya mana yang
paling baik. Apakah gaya memerintah atau gaya terserah atau gaya kooperatip ?
Sebaiknya tidak memilih gaya terserah. Sedangkan gaya memerintah sudah lama
dikenal dan paling sering digunakan oleh pelatih professional. Banyak pelatih
pemula yang meniru gaya ini karena hanya melihat gaya pelatih professional yang
menerapkanya. Atau juga sebagai mantan atlet melihat contoh gaya pelatih yang
dulu melatihnya. Tetapi sebagian pelatih mengadopsi gaya ini karena dapat
menyembunyikan keraguan mereka terhadap kemampuan mereka sendiri. Bilamana
atlet tidak diijinkan bertanya, bilamana mereka dapat menghindar dari harus
menjelaskan mengapa mereka melatih dengan cara mereka sendiri, maka kelemahan
mereka tidak akan terungkap atau itulah yang mereka kira !
Sepintas gaya komando terlihat
efektif. Karena atlet harus terorganisasi. Tidak dapat diatur secara efektif
sebagai peserta demokrasi. Gaya komando dapat menjadi efektif bilamana pelatih
menjadikan kemenangan sebagai tujuan utama dan bilamana gaya otoriternya tidak
mematahkan semangat/motivasi para atletnya. Atlet bermain bukan karena secara
naluri termotivasi, tetapi atlet bermain untuk pujian pelatihnya atau
menghindar dari marahnya pelatih sehingga tidak kena hukuman.
Gaya komando menghalangi atlet
menikmati olahraganya sendiri. Sedangkan Keberhasilan adalah milik Pelatih
bukan milik Atlet.
Gaya komando tidak sejalan dengan
tujuan atlet terlebih dahulu dan kemenangan tujuan kedua. Bila tujuannya untuk
membantu pertumbuhan anak anak muda secara fisik, phisiologi dan social memalui
olahraga, bilamana tujuannya adalah membantu anak anak muda menjadi mandiri
maka gaya komando bukanlah gaya seharusnya digunakan
Kelebihan gaya kooperatif memberikan
kesempatan atlet membuat keputusan bersama dan mendahulukan kepentingan atlet,
dimana kemenangan sebagai tujuan kedua. Bukan berarti jika mengadospi gaya
kooperatif akan meninggalkan tanggung jawab sebagai pelatih atau mengijinkan
atlet melaklukan semaunya.
Harus disadari menjadi atlet yang
baik bukan sekedar memiliki keahlian mempelajari gerakan/ketrampilan baru.
Atlet harus dapat menghadapi tekanan, bisa beradaptasi dengan perubahan situasi
dan mengahadapi perbedaan pendapat secara rasional sesuai kondisi saat itu,
disiplin dan menjaga konsentrasi agar dapat melakukan yang terbaik,
Perilaku ini harus dipelihara terus
menerus melalui pelatih gaya kooperatif. Pendekatan cara kooperatif dapat
memberikan kepercayaan lebih kepada atlet.
Atlet termotivasi bukan karena takut
ke pelatih tetapi atas kemauan untuk kepuasan diri. Oleh karena itu gaya
kooperatif hampir selalu lebih menyenangkan atlet.
Gaya kooperatif ini harus ada konsekuensinya
bagi pelatih. Harus memiliki keahlian lebih. Pelatih dengan gaya kooperatif
lebih melatih secara individu dari pada dengan gaya memerintah. Ada kemungkinan
saat-saat tertentu harus mengorbankan kemenangan demi kebaikan atlet. Makin
banyak pengalaman pelatih-pelatih, makin mudah membuat keputusan kapan harus
menggunakan gaya melatih yang tepat.Create by Coach RK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar mu